Etika dan profesionalisme TI di mata hukum…..agak aneh memang jika kita mengibaratkan kalau hukum itu punya mata….andaikan punya pasti akan terjadi ketidakadilan di mana-mana....ada juga yang mengatakan kalau hukum itu buta...apalagi ini????makin aneh-aneh aja... ya udah daripada ngelantur yang nggak bener, mendingan langsung aja ke pokok permasalahan....
Seperti yang telah kita ketahui, pasti anda semua juga sudah tau, ayo jangan bohong...pasti tau kan...bukannya nggak tau mungkin anda semua lupa...bahwasanya dulu waktu anda-anda semua tingkat 1 (lupa semester berapa), anda pasti pernah mempelajari Konsep Sistem Informasi atau yang lebih dikenal dengan nama KSI (bukan Ksatria Sumpit Item). Nah...di KSI yang C (KSI dibagi jadi KSI A, KSI B ama KSI C), kita pernah mempelajari satu bab yang judulnya Etika dan Profesionalisme..Gimana mulai ingat kan....kalau masih lupa berarti anda semua sudah uzur pikun.
Etika dan Profesionalisme dalam TI itu mencakup beberapa hal yakni: (1) Privasi; (2)Akurasi;(3)Properti, yang meliputi Hak Cipta atau Copyright, Paten dan Rahasia Perkawinan Perdagangan atau Trade Secret; (4) Akses. Pelanggaran atau perbuatan yang merusak keempat hal tersebut sudah dapat dikaitkan sebagai tindakan yang melanggar hukum, dan tentunya sudah pasti akan ada hukum yang menjerat para pelaku tindakan tersebut.
Bila kita berbicara masalah pelanggaran maka kita juga membicarakan masalah ancaman..karena seyogyanya (sedepoknya gak ada???) ancaman itu lahir dari suatu pelanggaran. Suatu tindakan pelanggaran dapat menciptakan suatu ancaman bagi orang-orang atau pihak-pihak atau apapun yang menjadi korban dari tindakan pelanggaran itu. Ambillah contoh, jika seseorang melakukan tindak sabotase terhadap sesuatu maka tindakan sabotase tersebut dapat menjadi suatu ancaman bagi pihak-pihak yang disabotase (contoh yang gak jelas -.-). Adapun berikut akan kita bahas mengenai beberapa pelanggaran yang mungkin (atau malah memang) terjadi terhadap sistem berbasis komputer. Diantaranya:
1. pemanipulasian masukan atau inputan
merupakan metode yang paling banyak dilakukan, kenapa eh kenapa?, karena eh karena metode ini dapat dilakukan tanpa memerlukan keterampilan teknis yang tinggi, in other word....even the dummy can do it.
2. penggantian program
hal ini biasa dilakukan oleh para spesialis informasi (bukannya mau nuduh lo...).
3. pengubahan berkas secara langsung
hal ini dilakukan oleh orang yang mempunyai akses langsung terhadap basis data (berarti orang dalam pelakunya).
4. Pencurian data
Dengan kecanggihan menebak atau membobol password. Dilakukan orang dalam untuk dijual.
5. Sabotase
Tindakan masuk ke dalam sistem tanpa otorisasi atau biasa disebut dengan hacking (hacking itu bukannya kegiatan mendaki gunung?).
6. penyalahgunaan dan pencurian sumber daya komputerisasi
bentuk pemanfaatan secara ilegal terhadap sumber daya komputasi oleh pegawai dalam rangka menjalankan bisnisnya sendiri (sungguh kreatif).
Pelanggaran-pelanggaran tersebut untuk selanjutnya dikenal sebagai kejahatan siber (CyberCrime).
Kriminalitas siber (Cybercrime) atau kriminalitas di dunia siber atau lebih sering diasosiasikan dengan kejahatan di internet adalah tindak pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace atupun kepemilikan pribadi. Secara teknis tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama diantara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (baca: internet). Cybercrime merupakan perkembangan lebih lanjut dari kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer.
Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan.
Lalu adakah tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani hal tersebut? Bagaimana jawaban anda dalam menanggapi pertanyaan tersebut? Ya benar (gila nih yang nulis...nanya-nanya sendiri, jawab-jawab sendiri), ada suatu tindakan hukum yang dapat menangani hal-hal tersebut. Adapun yang dimaksud adalah CyberLaw.
CyberLaw adalah suatu hukum yang digunakan untuk dunia cyber (dunia maya, yang umumnya diasosiasikan dengan internet). CyberLaw dibutuhkan karena dasar atau pondasi dari hukum di banyak negara adalah ‘ruang dan waktu’. Sementara seperti yang telah kita ketahui (yang gak tau gak ikutan) bahwa internet dan jaringan komputer telah mendobrak batas ruang dan waktu.
Dampak negatif yang serius karena berkembangnya teknologi informasi terutama teknologi internet harus segera ditangani dan ditanggulangi dengan segala perangkat yang mungkin termasuk perangkat perundangan yang bisa mengendalikan kejahatan dibidang teknologi informasi. Sudah saatnya bahwa hukum yang ada harus bisa mengatasi penyimpangan penggunaan perangkat teknologi informasi sebagai alat bantunya, terutama kejahatan di internet (cybercrime) dengan menerapkan hukum siber (cyberlaw).
Dilihat dari kejadian-kejadian kriminalitas internet dan begitu berkembangnya pemakaian atau pemanfaaatan di Indonesia maupun di dunia Internasional, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cyber law sebagai prioritas utama. Urgensi cyber law bagi Indonesia terletak pada keharusan Indonesia untuk mengarahkan transaksi-transaksi lewat Internet saat ini agar sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk meletakkan dasar legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan menjadi pelaku dalam masyarakat informasi.
Pemerintah Indonesia baru saja mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan piranti lunak di negeri ini. Kehadiran UU tersebut tentu tidak lepas dari desakan negara-negara produsen piranti lunak itu berasal. Begitu juga dengan dikeluarkannya UU hak patent yang diatur dalam UU no 14 tahun 2001, yang mengatur hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Terlepas dari masalah itu, sebenarnya kehadiran cyberlaw yang langsung memfasilitasi eCommerce, eGovernment dan cybercrime sudah sangat diperlukan.
Dalam RUU pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia telah dibahas berbagai aturan pemanfaatan teknologi informasi atau internet di berbagai sektor atau bidang. Aturan ini dibuat karena kemunculan sejumlah kasus yang cukup fenomenal di dunia internet yang telah mendorong dan mengukuhkan internet sebagai salah satu institusi dalam arus utama (mainstream) budaya dunia saat ini.
Munculnya perundangan pemanfaatan teknologi informasi kerena didorong peritmbangan-pertimbangan seperti; pertumbuhan teknologi informasi yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan pemanfaatan teknologi informasi di tingkat nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang terjadi baik di tingkat regional maupun internasional.
Undang – Undang Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi (UU-TIPITI) dibuat dengan tujuan untuk mendukung ketertiban pemanfaatan Teknologi Informasi yang digunakan oleh orang berkewarga-negaraan Indonesia, dan atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, orang asing, atau badan hukum asing yang melakukan kegiatan atau transaksi dengan orang, atau badan hukum yang lahir dan berkedudukan di Indonesia, dengan tetap menjunjung tinggi hukum Indonesia dan hak asasi manusia, tidak diskriminatif baik berdasarkan suku, agama, ras maupun antar golongan.
Sumber: www.digi-ti.com
Senin, 24 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar